Selasa, 14 Desember 2010

PROMOSI BUDAYA DAN PARIWISATA SULAWESI SELATAN MELALUI NOVEL YANG BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini kita diperhadapkan pada kondisi masyarakat dunia yang gencar melakukan proses perubahan dalam menghadapi pembangunan bangsa dengan aksesibilitas yang semakin bebas dan terbuka. Era globalisasi sebagai realisasi dari aksesibilitas yang semakin bebas dan terbuka tersebut, mendorong adanya perubahan dan persaingan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Perubahan dan persaingan tersebut menyentuh hampir seluruh sektor yang terhimpun dalam kesatuan sebuah negara dan bangsa. Seperti persaingan di sektor politik, ekonomi, pendidikan, pelayanan, pertanian, komunikasi, dan bahkan pariwisata. Perubahan dan persaingan tersebut tentu saja tidak dapat dihindari kebijakannya. Yang perlu dilakukan adalah menjadi bagian dari perubahan dan persaingan tersebut untuk menuju ke kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Pariwisata sebagai salah satu sektor yang terkena dampak langsung perubahan dan persaingan, dituntut agar lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kemajuannya demi tercapainya tujuan kepariwisataan nasional.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata. Keindahan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, keragaman seni dan budaya yang unik, peninggalan sejarah yang bernilai tinggi, dan kekhasan kerajinan tangan berbagai daerah, merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia.

Budaya dan pariwisata merupakan aset pembangun sebuah daerah, baik dari aspek ekonomi dan kemajuan daerah. Kekayaan dan keragaman budaya pesona pesona alam (pariwisata) ternyata bisa mengalihkan perhatian masyarakat dunia. Hal itu terbukti oleh keberhasilan yang telah diperlihatkan oleh beberapa daerah di Indonesia seperti, Bali, Tana Toraja, Lombok, Borobodur dan daerah-daerah pariwisata yang lain.

Tak dapat dipungkiri bahwa pariwisata merupakan primadona bagi pemasukan kas Negara. Pariwisata adalah salah satu industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan signifikan melalui terciptanya kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan untuk mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Wahab yang diterjemahkan oleh Gromang, 2003). Lebih jauh, Yoeti (2006) mengungkapkan bahwa pariwisata sebagai industri padat karya (labor intensive) dan sekaligus berfungsi sebagai katalisator dalam pembangunan (agent of development) dan mempercepat proses pemerataan pendapatan masyarakat (re-distribution of income). Dengan demikian pariwisata merupakan salah satu sektor yang perlu menjadi perhatian pemerintah untuk dikembangkan, baik pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam atmosfer persaingan yang ketat seperti sekarang ini diperlukan sebuah model promosi baru untuk memperkenalkan kebudayaan dan keindahan alam (pariwisata) kepada khalayak. Model promosi yang baik sangat berperan penting bagi pengenalan budaya dan pariwisata kepada masyarakat luas.

Adalah Sulawesi Selatan, Provinsi yang terletak di jajaran Timur Indonesia, yang memiliki beragam tujuan wisata dengan keunikan tersendiri. Daerah wisata alam yang bergunung-gunung, bentuk pantainya yang memanjang, wisata bahari, agrowisata, maupun wisata budaya, menjadikan Sulawesi Selatan sebagai Daerah Tujuan Wisata yang patut dimasukkan dalam daftar para pelancong. Namun sayangnya potensi wisata yang dimiliki Sulawesi Selatan tak banyak yang diketahui para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.

Promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan dilakukan oleh Dinas Pariwisata provinsi dengan berbagai macam cara. Seperti aktif melaksanakan dan ambil bagian dalam festival-festival budaya, memasang iklan di media cetak maupun elektronik, dan sebagainya. Namun hal itu dirasa belum efektif untuk memperkenalkan budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Selain menghabiskan dana yang tidak sedikit, sifat dari pengenalan dan promosinya pun hanya sekilas pada momen-momen tertentu saja. Sementara perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat menuntut kita untuk bisa beradaptasi dan mengemas sebuah produk kedalam bentuk yang menarik untuk meyakinkan wisatawan dengan tempat yang akan dikunjunginya.

Selain itu, cara promosi yang dilakukan selama ini, cenderung hanya membawa ikon budaya dan pariwisata yang itu-itu saja. Sebagai contoh, dari banyaknya potensi wisata yang ada di Sulawesi Selatan, hanya beberapa tempat saja, salah satunya Tana Toraja, yang memang namanya telah mendunia dan kerap dikunjungi banyak wisatawan, terutama pada bulan Desember. Padahal Sulawesi Selatan terdiri dari dua puluh Kabupaten/Kota yang memiliki pesona wisata yang tak kalah menarik untuk dikunjungi.

Maka salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mendongkrak jumlah wisatawan tak hanya di Tana Toraja, tapi juga di kabupaten lainnya adalah dengan penulisan novel berkualitas yang berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan. Pengenalan budaya dan pesona alam (pariwisata) melalui karya sastra seperti novel dianggap sangat efektif karena mampu menggambarakan kondisi alam, keadaan masyarakat, budaya dan pesona alam pariwisata sebuah daerah secara terperinci.

Berkaca pada kesuksesan Andrea Hirata memperkenalkan budaya dan pariwisata Bangka Belitung lewat novel tetralogi Laskar Pelanginya setelah booming film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bangka Belitung meningkat lebih dari 500 persen (Belitung Pos dalam Iwan, 2009).

Tujuan Penulisan
Untuk mengagas model baru promosi budaya dan pariwisata dengan menggunakan novel berbasis kearifan lokal.

Manfaat Penulisan
Manfaat Praktis
Bagi masyarakat : Mendapatkan cara untuk mempromosikan budaya dan pariwisata di daerah masing-masing dan berkesempatan menjadi pengarang novel yang dimaksud.

Sementara bagi pemerintah : Memiliki model baru dalam promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan.

Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan penulis serta bisa digunakan sebagai referensi tambahan bagi penulisan yang berhubungan dengan karya tulis ini ke depannya.

GAGASAN
Kondisi Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan
Kondisi Kebudayaan
Dengan menggunakan jenis tulisan penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif, penulis menguraikan pengertian kebudayaan. Kata Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang berarti hal-hal yang kaitannya dengan budi dan akal manusia. Selain budaya istilah yang juga dipakai dalam masyarakat adalah kultur. Kultur berasal dari akar kata culture dalam Bahasa Inggris. Karena berkaitan dengan budi dan akal manusia, maka budaya sangat erat hubungannya dengan segala aktivitas di masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (Herskovit dan Malinowski dalam Wahid, 2007).

Kebudayaan adalah sesuatu yang dimiliki secara turun-temurun dari satu generasi manusia ke generasi yang lain. Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religi, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki beragam budaya. Terdapat empat suku besar yang mendiami provinsi ini, yaitu Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Setiap suku mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri. Suku Bugis, Makassar dan Mandar dari dahulu hingga sekarang terkenal sebagai pelaut patriotik. Dengan perahu layar tradisionalnya “Phinisi”, mereka mengarungi lautan kepulauan Indonesia sampai ke belahan dunia lainnya. Suku Toraja dikenal hingga ke mancanegara dengan budayanya yang spesifik dan bernuansa religius. Hal itu nampak pada upacara-upacara kematian, rumah tradisional dengan atapnya melengkung, ukiran yang cantik dan warna yang alami. Latar belakang geografis, prasejarah dan sejarah Sulawesi Selatan telah melahirkan unsur budaya yang menarik. Seseorang dapat mengamati, menikmati dari pengalaman pada keunikan budayanya dan hanya ditemukan di daerah ini. Termasuk di dalamnya upacara-upacara, tari-tarian, seni ukir, tenunan cantik yang ditenun dari bahan benang kapas dan sutera dan pemandangan alam tropis yang sangat menakjubkan.

Kondisi Pariwisata
Dengan menggunakan jenis tulisan penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif, penulis menguraikan pengertian pariwisata. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan tujuan bersenang-senang atau menikmati keindahan alam tanpa bermaksud menetap dan mencari nafkah. Daya pendorong untuk berwisata adalah keinginan untuk mengetahui dan memiliki sesuatu. Adanya permintaan kebutuhan ini, timbul penasaran yang merupakan kegiatan usaha dan niaga dimana permintaan dapat dipenuhi yakni tukar-menukar barang dan jasa-jasa untuk sesuatu yang dianggap perlu dan berharga. Sebagaimana yang diungkapkan Yoethi (1985) :

“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain bukan dengan maksud untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tapi semata-mata untuk bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.”

Oleh karena demi memenuhi kebutuhan mengetahui dan memiliki sesuatu di tempat yang dikunjungi, maka tempat yang dituju hendaknya menyediakan apa yang menjadi kebutuhan seorang wisatawan. Hingga melalui pariwisata, masyarakat yang hidup di daerah wisata bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pariwisata Sulawesi Selatan terus berusaha dihidupkan setelah pernah anjlok pada krisis ekonomi 1997 lalu (Fajar News, 2010). Berbagai program dicanangkan untuk mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah program “Lovely December” di Tana Toraja yang dicanangkan oleh gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo pada 2008 lalu. Dari program tersebut kunjungan wisatawan asing dan domestik meningkat cukup berarti.
Sulawesi Selatan mempunyai banyak daerah tujuan wisata yang tersebar di dua puluh kabupaten dan kota. Daerah tujuan wisata itu terbagi atas wisata religius berupa masjid-masjid tua peninggalan kesultanan terdahulu, wisata alam berupa pantai, air terjun, dan lain sebagainya. Namun tidak semua daerah tujuan wisata itu diketahui oleh wisatawan domestik dan asing sehingga kunjungan wisatawan cenderung hanya pada daerah-daerah yang memang telah diketahui sebelumnya.

Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan
Kegiatan promosi merupakan salah satu taktik yang ditempuh untuk menerobos selera dan keinginan-keinginan konsumen, diharapkan menciptakan citra yang mampu mempengaruhi sejumlah orang agar memperhatikan produk atau jasa yang ditawarkan. Kegiatan promosi bertujuan untuk mengomunikasikan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen di lain pihak. Promosi dilakukan melalui saluran dan media komunikasi yang efektif. Orang-orang yang menjadi sasaran beraneka ragam, dengan berbagai kepentingan pula. Promosi menurut Swastha (1983) adalah :

“Arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran”.

Pemilihan media yang disesuaikan dengan kondisi sasaran merupakan langkah yang tepat dalam promosi pariwisata. Mengingat sektor ini senantiasa berubah. Pariwisata dewasa ini bukan lagi semata-mata merupakan kegiatan perjalanan ke suatu tempat tertentu menuju ke tempat lainnya, yang hanya dilakukan oleh kalangan atas saja. Tetapi lebih dari itu, kegiatan pariwisata sudah berkembang pesat menjadi industri yang cukup diperhitungkan, karena mampu mendukung pertumbuhan industri pada bidang-bidang lainnya.

Jadi pada prinsipnya promosi itu diadakan untuk merebut keinginan atau selera konsumen, yang pada gilirannya dapat menciptakan citra, bahwa produk yang ditawarkan melalui selera konsumen tersebut. Demikian pula halnya terhadap promosi paket wisata yang diadakan untuk memberitahukan, membujuk atau mengingat konsumen/wisatawan supaya yang bersangkutan mempunyai keinginan untuk membeli paket wisata yang ditawarkan. Oleh sebab itu promosi harus dilakukan melalui saluran media komunikasi yang efektif, sebab orang-orang yang menjadi sasaran promosi beraneka ragam selera dan keinginannya.

Kegiatan promosi sangat membantu dalam memasarkan produk-produk wisata yang dihasilkan, baik berupa paket wisata maupun jasa. Promosi merupakan arus informasi sepihak atau komunikasi interaktif dan persuasif yang dilakukan oleh sub Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada di Sulawesi Selatan. Dari promosi tersebut, diharapkan wisatawan tertarik untuk mengadakan perjalanan wisata ke obyek-obyek wisata yang ada di Sulawesi Selatan. Dalam pelaksanaannya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melakukan promosi secara langsung dan tidak langsung (DinBudPar, 2010).

Promosi Langsung
Kegiatan promosi secara langsung dapat pula disebut “personal selling”, karena dilakukan dengan tatap muka dalam menyajikan suatu produk wisata. Melalui cara ini, dapat diketahui kebutuhan konsumen yang sesungguhnya. Kegiatan yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui personal selling antara lain :

• Mengadakan atau mengikuti seminar dan festival-festival budaya yang dilakukan oleh organisasi pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada kesempatan tersebut dapat terjadi negosiasi atau transaksi langsung antara produsen dan konsumen. Pada kesempatan itu pula, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui Sub Dinas Pemasaran dan HLWI (Hubungan Lembaga Wisata Internasional) membagi-bagikan brosur, booklet dan poster pada calon pembeli atau masyarakat umum.

• Melakukan promosi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata untuk bekerjasama dalam memasarkan produk-produk wisata yang ada di Sulawesi Selatan.

Promosi Tidak Langsung
Promosi yang dilakukan secara tidak langsung memerlukan komponen yang lain sebagai wakil dari instansi, yang karena keterbatasan waktu, dana, sarana dan lainnya tidak dapat melaksanakan promosi secara langsung. Adapun usaha yang dilakukan adalah sebagai berikut :

• Advertising atau periklanan yang merupakan usaha memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada di Sulawesi Selatan dengan menggunakan jasa periklanan, koran, demo brosur dan buku kepariwisataan. Sub Dinas Pemasaran dan HLWI juga mengirimkan dan menyebarluaskan brosur dan booklet melalui pos ke biro perjalanan yang ada di luar negeri.

• Mengadakan hubungan kerjasama dengan biro perjalanan baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri.

• Publisitas merupakan usaha dinas kebudayaan pariwisata bekerjasama dengan STIC dalam mempublikasikan atau memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada melalui internet (home page) dan stiker yang dapat ditempelkan pada daerah-daerah yang strategis seperti pada tas, payung, pintu dan sebagainya.

Novel Berbasis Kearifan Lokal dan Peningkatan Jumlah Wisatawan
Dalam beberapa tahun terakhir, lahir tipe novel yang fenomenal dan dan langsung menyedot perhatian publik. Tipe novel tersebut dikenal dengan novel yang berkearifan lokal. Sebut saja salah satunya yaitu Tetralogi Laskar Pelangi. Novel yang ditulis oleh Andrea Hirata ini kental akan budaya dan kearifan lokal Bangka Belitung dan telah dilayarlebarkan. Apa yang menyebabkan novel ini menjadi perbincangan hangat pada masa booming-nya hingga sekarang? Kebanyakan berkesimpulan bahwa keluarbiasaannya terletak pada gagasan atau ide yang diungkapkan serta mekanisme struktur yang menerapkan kaidah estetika naratif dan deskriptif yang berkearifan lokal sangat Indonesia.

Ridwan (2007) mengungkapkan, kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Kearifan lokal akan terus berlangsung dan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu kemudian menjadi pegangan yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari dengan lingkungan sekitarnya.

Dari analisis penulis mengenai novel Laskar Pelangi didapatkan enam unsur khas naratif deskriptif yang digunakan untuk mengungkapkan ciri atau karakteristik novel yang berbasis kearifan lokal sebagaimana diungkapkan Roekminto dalam Soedjijono (2008) sebagai berikut :
Pengarang. Unsur ini menjadi hal yang sangat penting karena di tangan pengaranglah suatu novel berkualitas akan lahir. Pengarang hendaklah memiliki pengetahuan dan informasi yang luas tentang apa yang akan ditulisnya. Dalam ranah novel yang berbasis kearifan lokal, pengarang harus mengetahui dan memahami secara mendalam kearifan lokal masyarakat yang akan diceritakan dalam novelnya, dalam hal ini masyarakat Sulawesi Selatan. Kearifan lokal tersebut dapat dideteksi dari kebiasaan atau nilai-nilai yang terkandung di masyarakat dengan lingkungannya.

Bahasa. Unsur kedua yang menampak dalam novel berbasis kearifan lokal adalah bahasa. Kearifan lokal mewajibkan pengarang memperhatikan penggunaan bahasa lumrah (bahasa keseharian) dan bahasa seni. Maksud dari bahasa lumrah dalam novel adalah bahasa yang hidup dalam pemakaian sehari-hari, realistis, kontekstual, dan langsung. Seperti misalnya penggunaan dialog yang realis, bahasa yang ekspresif, dan ungkapan yang spesifik sesuai dengan latar belakang sosio-budaya tertentu. Pada konteks novel yang berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan, maka bahasa lumrah yang digunakan adalah bahasa Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Sedangkan bahasa seni adalah bahasa yang digunakan dengan memperhatikan kaidah-kaidah seni bahasa dalam kosa kata dan susunan kalimat dalam Bahasa Indonesia.

Latar. Pada dasarnya, manusia adalah bagian dari alam semesta yang sudah tercipta lengkap hingga manusia dapat hidup dengan menggunakan fasilitas yang Tuhan berikan. Dalam novel berbasis kearifan lokal, unsur latar terbagi menjadi latar alam semesta, latar fisik, latar waktu, latar zaman, latar sosial, latar budaya, dan latar sejarah. Pada latar alam semesta, pengarang mendeskripsikan alam tempat cerita berlangsung ; pada latar fisik, pengarang mendeskripsikan fisik sesuatu yang menjadi bagian cerita ; pada latar waktu, pengarang menjelaskan kapan waktu ketika tokoh dalam cerita dikisahkan ; dan pada latar sosial, budaya dan sejarah, pengarang mengeksplor kondisi sosial, budaya dan sejarah yang ada dalam masyarakat tempat novel mengambil latar. Latar bisa digunakan untuk memberikan informasi pada pembaca mengenai keindahan-keindahan alam, cara hidup, tradisi, budaya dan sejarah suatu tempat.

Tokoh. Dalam kearifan lokal, manusia tercipta setelah setelah alam semesta, dunia tumbuhan dan dunia binatang tercipta. Dalam novel, manusia adalah tokoh yang beraktivitas dan sentral dari sebuah cerita. Tokoh memiliki watak halus, kuat, lembut, keras. Pada novel kearifan lokal, tokoh memiliki peranan dalam kehidupan, yakni sebagai pelindung, penggoda, penasihat, pelestari, pembela, pengawal, pengabdi, penguji, pesaing, pemikir dan sebagainya. Tokoh yang ditampilkan adalah bagian dari masyarakat yang diceritakan. Untuk novel berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan, empat suku yang mendiami Sulawesi Selatan lah yang diangkat sebagai tokoh. Atau bisa juga tokoh dari luar yang memposisikan diri sebagai bagian dari Sulawesi Selatan.

Peristiwa. Dalam kehidupannya manusia melakukan dan mengalami berbagai peristiwa hidup. Dalam novel, peristiwa tersebut difungsikan untuk membangkitkan efek emosi dan untuk mengembangkan alur cerita. Ada 5 (lima) macam peristiwa emotif dalam novel kearifan lokal, yakni : peristiwa menegangkan peristiwa mengharukan, peristiwa romantis, peristiwa humor dan peristiwa menyenangkan. Sementara itu, unsur konflik yang menuju klimaks tidak merupakan katalisator signifikan.

Gagasan. Apa yang hendak disampaian pengarang dapat ditemukan dalam unsur terakhir ini. Sebuah novel yang berbasis kearifan lokal, selain berisi kisah tokoh dalam masyarakat berbudaya, hendaknya juga memberikan pesan positif di dalamnya. Gagasan atau pesan biasanya disampaikan pada unsur bahasa, latar, tokoh, dan peristiwa, atau secara eksplisit. Gagasan dan pesan bersumber dari ajaran dan nilai agama, nilai kearifan lokal, renungan inspiratif dan memotivasi.

Unsur naratif dan deskriptif yang penulis gunakan untuk mengungkapkan ciri atau karakteristik novel berbasis kearifan lokal, dapat digunakan untuk memperkenalkan budaya dan pariwisata yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagaimana penjelasan kondisi budaya dan pariwisata yang penulis ungkapkan sebelumnya, dalam hal keunikan Budaya Sulawesi Selatan, Suku Bugis, Makassar dan Mandar dari dahulu hingga sekarang terkenal sebagai pelaut patriotik yang dengan perahu layar tradisionalnya “Phinisi” mengarungi lautan kepulauan Indonesia sampai ke belahan dunia lainnya. Begitu pula dengan Suku Toraja yang dikenal hingga ke mancanegara dengan budayanya yang spesifik dan bernuansa religius.

Belum lagi daerah-daerah tujuan wisata bahari dan alam yang tersebar di 20 (dua puluh) kabupaten dan kota di seluruh Sulawesi Selatan. Sebut saja Tanjung Bira di Bulukumba, Pulau Takabonerate Selayar, gugusan pulau-pulau Spor-monde Pangkep, pemandangan alam Buttu Kabobong di Enrekang serta pulau-pulau lepas pantai Makassar (May, 2010) bisa dipromosikan lewat novel yang mematubkan keunikan tersebut dalam penulisannya, seperti yang Andrea Hirata lakukan dalam Tetalogi Laskar Pelanginya.

Novel dengan unsur kearifan lokal di atas dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan. Penggambaran latar sosial, budaya sejarah, pemandanganalam dan lainnya, dinilai secara tidak langsung telah memperomosikan Sulawesi Selatan pada masyarakat luas. Cara promosi baru yang ditawarkan untuk memperkenalkan Sulawesi Selatan secara lebih efektif dan efisien. Dengan promosi melalui novel, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak perlu mengeluarkan banyak dana seperti cara-cara promosi yang pernah dilakukan, seperti festival-festival budaya di dalam dan luar negeri advertising yang memakan banyak biaya.

Andrea Hirata berhasil mempromosikan budaya dan pariwisata Bangka Belitung lewat Tetralogi Laskar Pelanginya yang telah difilmkan, hingga meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bangka Belitung sekitar 500 persen (Belitung Pos dalam Iwan, 2009). Maka dengan novel yang berbasis kearifan lokal yang penulis gagaskan ini, diharapkan bisa mempengaruhi peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi Selatan nanti.

.
Pihak-pihak yang Bisa Membantu
Pihak-pihak yang diharapkan dapat membantu merealisasikan gagasan ini adalah :
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Aktor utama dalam gagasan ini adalah Pemerintah Sulawesi Selatan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dinas kebudayaan dan pariwisata yang di dalamnya terbagi atas dinas kebudayaan, kesenian, pengembangan usaha pariwisata, pemasaran dan hubungan lembaga wisata internasional, pengembangan sumber daya dan peran serta masyarakat (Sulsel, 2010) berperan sebagai pelaksana dalam promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan melalui novel berbasis kearifan lokal. Lebih utama lagi pada pendanaannya.

Pengarang. Aktor kedua yang tak kalah penting dalam mendukung gagasan ini yaitu para pengarang yang bermukim atau berasal dari Sulawesi Selatan yang memahami kearifan lokal di provinsi ini. Bisa juga masyarakat di luar Sulawesi Selatan yang memahami kearifan lokal Sulawesi Selatan. Aktor pendukung sukses gagasan ini diharapkan menghasilkan tulisan-tulisan dalam bentuk novel yang berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas.

Penerbit. Tak akan terbit suatu tulisan jika tidak ada penerbit yang memayunginya. Penerbit adalah unsur ketiga terpenting dalam gagasan ini. Penerbit di sini bukanlah dari Dinas kebudayaan dan pariwisata yang memang punya wewenang menerbitkan buku-buku dalam lingkup mereka, melainkan penerbit nasional yang telah punya nama dan pembaca yang besar. Hal ini dikarenakan, animo pembaca dalam membeli sebuah buku/novel kebanyakan melihat jam terbang yang tinggi dari sebuah penerbit. Dengan menerbitkan novel berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan yang berkualitas lewat penerbit nasional, diprediksikan akan dibaca oleh masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Masyarakat Sulawesi Selatan. Poin ke-empat yang tak kalah penting adalah keterlibatan dan dukungan dari masyarakat Sulawesi Selatan. Kesuksesan promosi tergantung pada kerjasama pemerintah dan masyarakatnya. Peran serta dan kepedulian masyarakat dalam konteks permbangunan pariwisata yang bertumpuh pada nilai-nilai agama, budaya dan pelestarian lingkungan hidup serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa.

Langkah-langkah Strategis
Langkah-langkah strategis yang penulis gagaskan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan melalui novel berbasis kearifan lokal adalah sebagai berikut :

Workshop. Sulawesi Selatan termasuk sebuah propinsi yang memilki kebudayaan dan daerah tujuan wisata yang menarik, namun tentu saja tidak semua penulis yang berasal dari Sulawesi paham akan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat sejak zaman dahulu. Oleh sebab itu perlu adanya sebuah upaya yang harus diciptakan oleh pemerintah dalam hal ini dinas kebudayaan dan pariwisata sebagai lembaga pemerintah yang menangani masalah pelestarian budaya dan pengembang daerah pariwisata untuk mendukung penulisan novel berbasis kearifan lokal tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah mengadakan workshop dan pengenalan secara mendetail kepada para pengarang tentang budaya dan kearifan lokal yang ada di Sulawesi selatan.

Sayembara. Mengadakan sayembara penulisan novel berbasis kearifan lokal Sulsel. Sayembara diadakan untuk menyeleksi karya-karya yang berkualitas dan sesuai dengan tema yang diusulkan. Pengarang yang karyanya terpilih dalam sayembara ini akan mendapat hadiah yang sesuai dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Karya-karya yang terpilih tersebut akan menjadi hak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk diterbitkan namun hak ciptanya tetap dimiliki pengarang.

Kerjasama. Bekerja sama dengan penerbit nasional untuk menerbitkan novel-novel berbasis kearifan lokal yang terpilih dalam sayembara. Dalam hal pendanaan pada kerjasama ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan penerbit sama-sama mengeluarkannya sehingga keuntungannya penjualan novel nanti akan dibagi sesuai kesepakatan.

Promosi. Bersama masyarakat mempromosikan novel-novel berbasis kearifan lokal yang telah diterbitkan dengan berbagai macam cara.

Analisis SWOT
Untuk lebih menambah isi gagasan ini, maka dipandang perlu menguraikan kelebihan, kekurangan, kesempatan dan ancaman dari ide yang ditawarkan melalui analisis SWOT pada tabel 1. Di bawah ini :

No SWOT Uraian
1 Strength  Cara promosi baru yang tidak memakan banyak biaya seperti cara promosi sebelum-sebelumnya.
 Lebih efektif untuk memperkenalkan kebudayaan dan daerah tujuan wisata Sulawesi Selatan.
 Memberi kesempatan penulis-penulis lokal untuk menunjukkan kemampuan mereka.
 Wilayah-wilayah yang pernah dipromosi (secara tidak sengaja) dalam novel, mengalami peningkatan jumlah wisatawan.
2 Weakness Sulit menemukan tulisan/novel yang menarik
3 Opportunity  Novel adalah bacaan yang paling digemari saat ini.
 Novel berbasis kearifan lokal sedang berada di puncak popularitas.
4 Treats Novel tidak booming.
Tabel 1. Analisis SWOT

PENUTUP
Kesimpulan
Gagasan. Promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan dapat dilakukan lewat novel yang berbasis kearifan lokal Sulsel. Novel tersebut berisi beberapa unsur kearifan lokal yaitu bahasa, latar, peristiwa, tokoh dan gagasan, yang mendeskripsikan secara detail kebudayaan dan kepariwisataan Sulawesi Selatan.

Teknik Implementasi. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan promosi budaya dan pariwisata Sulawesi Selatan melalui novel yang berbasis kearifan lokal adalah mengadakan workshop berkaitan dengan pembuatan novel yang dimaksud, mengadakan sayembara penulisan novel, menerbitkan beberapa novel yang terbaik sesuai pilihan juri, dan mempromosikan pada khalayak.

Prediksi hasil. Dengan menggunakan cara promosi lewat novel yang berbasis kearifan lokal, diperkirakan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi Selatan akan meningkat melebihi cara promosi yang pernah dilakukan.

Rekomendasi
Bagi Masyarakat
Turut berperan aktif dalam upaya mempromosikan kebudayaan dan pariwisata Sulawesi Selatan dengan berbagai macam cara, yang salah satunya adalah membuat novel yang berbasis kearifan lokal Sulawesi Selatan untuk mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung.

Bagi Pemerintah
Agar dapat mengadopsi cara baru dalam mempromosikan kebudayaan dan pariwisata Sulawesi Selatan yang penulis gagaskan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

DAFTAR PUSTAKA

Wahab, Salah. 2003. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Yoethi, Oka A. 2006. Pariwisata Budaya : Masalah dan Solusinya. Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Hirata, Andrea. 2007. Laskar Pelangi Cetakan Kesepuluh. Jakarta : Bentang Pustaka.

Iwan. 2009. Kunjungan Wisata Belitung Meningkat. Artikel online. http://eagle212.multiply.com/journal/item/101/Pariwisata_Belitung_booming_berkat_Laskar_Pelangi. Diakses pada Maret 2010.

Wahid, Sugirah. 2007. Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi.

Yoethi, Oka A. 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa.

News, Fajar. 2010. Visit South Sulawesi 2012 Diharap Menggaet Wisman. Artikel online. http://news.fajar.co.id/read/83444/45/visit-south-sulawesi-2012-diharap-menggaet-wisman. Diakses pada Maret 2010.

Swastha, Basu.1980. Manajemen Barang dan Pemasaran. Yogyakarta : FE-UGM.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan. 2002-2003. Pariwisata Sulawesi Selatan. Makassar : DinBudPar.

Ridwan, Nurma Ali. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Studi Islam dan Budaya 5 (1) : 28. P3M STAIN Purwokerto.

Soedjijono. 2008. Novel Kearifan Lokal sebagai Media Pembelajaran Apresiasi Prosa. Makalah. Malang : Universitas Negeri Malang.

May, Syarifuddin. 2010. Pariwisata Sulsel Mulai Menggeliat. Artikel online. http://bataviase.co.id/detailberita-10486940.html. Diakses pada Maret 2010.

Sulsel. 2009. Susunan Organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. http://www.sulsel.go.id/index.php. Diakses pada Maret 2010.

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (Classroom Action Research)


1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK atau action research mulai berkembang sejak perang dunia ke dua, saat ini PTK sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Canada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Menurut Stephen Kemmis seperti dikutip D. Hopkins dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide to Classroom Research, menyatakan bahwa action research adalah: a from of self-reflektif inquiry undertaken by participants in a social (including education) situation in order to improve the rationality and of (a) their own social or educational practices justice (b) their understanding of these practices, and (c) the situastions in which practices are carried out.
Secara singkat PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki dimana praktek-praktek pembelajaran dilaksanakan.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut PTK melaksanakan proses pengkajian berdaur (cyclical) yang terdiri 4 tahapan sebagai berikut:
merencanakan.jpg

Keempat fase dari suatu siklus dalam sebuah PTK bisa digambarkan dengan sebuah spiral PTK seperti sebagai berikut:
Plan
Reflektif
Action/Observation
Reflective
Action/Observation
Reflective
Action/Observation
Sesuai dengan hakekat yang dicerminkan oleh namanya yaitu action research spiral, penelitian tindakan kelas dapat dimulai darimana saja dari keempat fase yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection).
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik penelitian tindakan kelas antara lain:
(a) an inquiry on practice from within
Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa kegiatannya dipicu oleh permasalahan praktis yang dihayati guru dalam pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu PTK bersifat practice driven dan Action driven, dalam arti PTK berujuan memperbaiki scara praktis, langsung – disini, sekarang atau sering disebut dengan penelitian praktis (practical inquiry). Hal ini berarti PTK memusatkan perhatian pada permasalahan spesifik konstekstual.
Peran dosen LPTK pada tahap awal adalah menjadi sounding board (pemantul gagasan) bagi guru yang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari.
(b) a collaborative effort between school teachers and teacher educators.
Karena dosen LPTK tidak memiliki akses langsung, maka PTK diselenggarakan secara colaboratif dengan guru yang kelasnya menjadi kancah PTK. Karena yang memiliki kancah adalah guru sehingga para dosen LPTK yang berminat melakukan PTK tidak memiliki akses kepada kancah dalam peran sebagai praktisi. Oleh sebab itu ciri kolaboratif harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan PTK, mulai dari identifikasi permasalahan, serta diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, sampai dengan pengumpulan dan analisis data serta reflektisi mengenai temuan di samping dalam penyusunan laporan.
(c) reflective practice made public.
Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina guru sekolah menengah atau sebagai pengembang pendidikan (missionary approach), melainkan sebagai sejawat, di samping sebagai pendidik calon guru yang seyogyanya memiliki kebutuhan untuk belajar dalam rangka mengakrabi lapangan demi peningkatan mutu kinerjanya sendiri. Dalam hubungan ini guru yang berkolaborasi dalam PTK harus mengemban peran ganda sebagai praktisi yang dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya juga sekaligus secara sistematis meneliti praksisnya sendiri. Apabila ini terlksana dengan baik maka akan terbina kultur meneliti dikalangan guru, dan merupakan suatu langkah strategis dalam profisionalisme jabatan guru. Hal ini pelecehan profesi dalam bentuk penyedia jasa borongan utuk membuatkan daftar angka kridit dalam proses kenaikan pangkat fungsional guru yang menggejala akhir-akhir ini dapat diakhiri.
PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Prosedur penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran, menurut Raka Joni (1988) terdapat lima tahapan yaitu:
  1. Pengembangan fokus masalah penelitian
  2. Perencanaan tindakan perbaikan
  3. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi
  4. Analisis dan refleksi
  5. Perencanaan tindak lanjut (lihat gambar 1 dan 2).
Secara lebih rinci, prosedur pelaksanaan LPTK dapat digambarkan sebagai berikut:
siklus.jpg
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya permasalahan tersebut, yang besar kemungkian masih tergambarkan secara kabur, guru – baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan dosen LPTK yang menjadi mitranya kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam kalau perlu dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan atau melakukan kajian pustaka yang relevan.
Pada gilirannya, dengan perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis kemungkinan-kemungkinan penyebab permasalahan secara lebih cermat, sehingga terbuka peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif mengatasi permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi program tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil percobaan tindakan perbaikan yang dinilai dan direfleksikan dengan mengacu kepada kreteria-kreteria perbaikan yang dikehendaki, yang telah ditetapkan sebelumnya.
1. Penetapan Fokus/Masalah Penelitian, yang meliputi:
a. Merasakan adanya masalah
b. Identifikasi Masalah PTK
c. Analisis Masalah
d. Perumusan masalah
2. Perencanaan Tindakan, yang meliputi:
a. Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
b. Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan
c. Persiapan Tindakan
3. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi-Interpretasi
a. Pelaksanaan Tindakan
b. Observasi dan Interpretasi
c. Diskusi balikan (review discussion)
4. Analisis dan Refleksi
a. Analisis Data
b. Refleksi
5. Perencanaan Tindak lanjut
a. Prosedur Observasi
b. Beberapa Tindakan


FORMAT USULAN PTK
1. JUDUL
Judul PTK hendaknya menyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi Judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK, bukan sosok penelitian formal.
2. LATAR BELAKANG
Dalam latar belakang permasalahan hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan melalui PTK. Untuk itu harus ditunjukkan fakta-fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian terdahulu, apabila ada, akan lebih baik mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian bagian ini.
3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar-benar diangkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya, permasalahan yang secara teknis-metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah diikuti refleksi awal sehingga permasalahan yang perlu ditangani itu nampak menjadi lebih jelas. Dengan kata lain, bagian ino dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.
4. CARA PEMECAHAN MASALAH
Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk emecahkn masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak hasil analisis masalah. Di samping itu, harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan/atau peningkatan implementasi pembelajaran/atau berbagai program sekolah lainnya. Juga harus dicermati bahwa artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
5. TUJUAN PENELITIAN DAN PEMANFAATAN PENELITIAN
Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas. Paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisiten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam baian-bagian sebelumnya. Dengan sendirinya artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Pencapaian tujuan hendakya dapat diverifikasikan secara obyektif, sedapat mungkin bisa dikwantifikasikan. Di samping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi peserta didik sebagai pewaris langsung hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK.
6. KERAGKA TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada bagian ini diuraikan landasan substantif dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternatif tindakan yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian terhadap baik pengalaman peneliti pelaku PTK sendiri yang relevan maupun pelaku PTK lain. Argumentasi logik dan teoritik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual yang disusun itu hipotesis tindakan dirumuskan.
7. RENCANA PENELITIAN
a. Setting Penelitian dan karakteristik Subyek Penelitian
Pada bagian ini disebutkan dimana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagamana karakteristik kelas tersebut. Misalnya komposisi pria wanita, latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dsb. Aspek substantif permasalahan seperti Matematika SMP, Bahasa Inggris SMA.
b. Variabel yang diselidiki
Pada bagian ini ditentukan variabel-variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan peserta didik, guru, bahan ajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar dsb. (2) variabel proses penyelenggaraan pembelajaran seperti interaksi pembelajaran, keterampilan bertanya guru, cara belajar peserta didik, implementasi berbagai metode pembelajaran dikelas dsb. (3) variabel output, seperti rasa keingintahuan peserta didik, kemampuan peserta didik mengaplikasikan pengetahuan, motivasi belajar peserta didik dsb.
c. Rencana Tindakan
Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, seperti:
(1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti, penetapan entry behavior, pelancaran tes diagnostik untuk menspesifikasi masalah, pembuatan skenario pembelajaran, pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain-lain yang terkait degan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu juga diuraikan alternatif-aternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah.
(2) Implementasi Tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan digelar, skenario kerja perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
(3) Observasi dan Interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.
(4) Analisis dan Refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personil yang akan dilibatkan, serta kreteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.
d. Data dan Cara Pengumpulannya
Pada bagian ini ditunjkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang digelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurang berhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di sampig itu teknik pengumpuan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas dikelas, penggambaran interaksi dalam kelas, pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur pengukuran, dan sebagainya. Selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK, para guru juga harus aktif sebagai pengumpul data, bukan semata-mata sebagai sumber data. Akhirnya, semua teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja menyajikan mutu rekaman yang jauh lebih baik , penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang uang dalam rangka analisis dan interpretasi data.
e. Indikator Kinerja
Pada bagian ini tolok ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya. Untuk tindakan perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep peserta didik misalnya perlu ditetapkan kreteria keberhasilan.
f. Tim Peneliti dan Tugasnya
Dalam bagian ini hendaknya dicantumkan nama-nama anggota peneliti dan uraian tugasnya/peran setiap aggota tim peneliti, serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.
8. JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian disusun dalam metriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.
9. RENCANA ANGGARAN
Daftar Rujukkan
Arends, Richard. 19997. Classroom Instruction and Management. Toronto. McGrew-Hill.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjen Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action research). IBRD OAN No 3979 – IND
Hopkins, David. 1992. A Teacher’s Guide to Classroom Research. 2